Kamis, 16 Agustus 2007

Sepakbola Inggris: Tradisional vs Kenikmatan

Dari bagian kehidupan dan kebudayaan masyarakat, sepakbola di Inggris berubah menjadi kenikmatan dan hiburan. Ujung-ujungnya tentu bisnis yang dengan cepat dicium pengusaha luar Inggris. Semua bermula sejak era 1960-an.

Sepakbola era kini lebih dikuasai bagaimana performa dan perilaku pemain di lapangan. Tak peduli dari mana asalnya. Atraksi memikat yang diperlihatkan Real Madrid dan Eintracht Frankfurt pada final Piala Champion 1960 (skor 7-3) di Glasgow membuka mata penggemar sepakbola di Britania Raya. Ada kenikmatan yang mereka rasakan.

Menurut Dr. Richard Giulianotti, pengajar sosiologi asal Argentina di Universitas Aberdeen (Skotlandia), Piala Dunia 1966 yang digelar di Inggris semakin memengaruhi pemilik klub sepakbola untuk lebih profesional.

Perubahan terjadi dalam organisasi klub yang semula secara tradisional dimiliki pegusaha kecil lokal. Perlahan, aspek manajerial semakin menonjol seiring kehadiran pebisnis yang lebih sehat dari golongan kelas menengah ke atas.

Pertandingan sepakbola menjadi bagian dari perubahan gaya kehidupan, from sixties to seventies. Mau tak mau, sepakbola pun bergerak semakin jauh dari basis tradisionalnya. Hubungan pemain dengan suporter tidak seakrab dulu.

Pesepakbola kini tak lagi menjadi representatif penonton, mereka bermain untuk menerima gaji. Tahun 1950-an, Sir Stanley Matthews berkata, “Sungguh beruntung saya bisa melakukan permainan yang saya cintai dan kemudian mendapatkan bayaran.” #

Tidak ada komentar: